Kewajiban Berpuasa Bagi Seorang Muslim

Kewajiban Berpuasa Bagi Seorang Muslim

     Allah memerintahkan kepada kita untuk puasa Ramadhan agar kita bisa menjadi orang-orang bertakwa. Kita diperintah untuk meninggalkan hawa nafsu, yang boleh dan ringan untuk dicapai, dengan harapan kita dapat melaksanakan dengan sepenuh hati untuk mengharapkan pahala dan mendapatkan ridho-Nya.
     Diantara bukti bertaqwa kepada Allah adalah bertambah kuatnya sisi moral seseorang sehingga ia dapat menguasai sisi material pada dirinya sendiri. Jika sisi material seseorang menang dan menguasai seseorang tersebut maka ia akan menjadi hewan, pada hal manusia merupakan ruh atau moral. Dan jika ruh atau moral adalah kuat pada diri manusia, maka ia akan memiliki cita-cita yang dan tujuan luhur melebihi malaikat.
    Sisi materi adalah jalan setan untuk memperdaya manusia. Dengan berpuasa jalan ini akan tertutup dan dapat mengkikis habis sisi materi. Di samping hal itu puasa juga akan menghalangi jalan syahwat yang dapat menjerumuskan pada muda-mudi kedalam jurang kenistaan.[1]
   Salah satu hadits menyebutkan keutamaan berpuasa yang artinya sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi, belia bersabda: Barang siapa yang berpuasa di bualan Ramadhan dengan keimanan dan hanya karena perintah Allah, akan diampuni segala dosanya yang tealah lalu oleh Allah.”(H. R. Bukhari dan Muslim).[2]
                        Dalam makalah ini akan dibahas surat al-Baqarah ayat 183-184 yang berakaitan dengan kewajiban berpuasa yaitu; pertama,bagaimanakah bunyi surat al-Baqarah ayat 183-184, kedua, bagaimanakah arti surat al-Baqarah ayat 183-184, ketiga, bagaimanakah tafsir mufrodat surat al-Baqarah ayat 183-184, keempat, bagaimanakah sabab an-Nuzaul surat al-Baqarah ayat 183-184, dan yang terakhir (kelima) baaimanakah kandungan surat al-Baqarah ayat 183-184.

A. Teks al-Baqarah ayat 183-184
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ   $YB$­ƒr& ;NºyŠrß÷è¨B 4 `yJsù šc%x. Nä3ZÏB $³ÒƒÍ£D ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 4 n?tãur šúïÏ%©!$# ¼çmtRqà)ÏÜム×ptƒôÏù ãP$yèsÛ &ûüÅ3ó¡ÏB ( `yJsù tí§qsÜs? #ZŽöyz uqßgsù ×Žöyz ¼ã&©! 4 br&ur (#qãBqÝÁs? ×Žöyz öNà6©9 ( bÎ) óOçFZä. tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÍÈ 
B.   Terjemah al-Baqarah ayat 183-184
Artinya: (183) Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (184) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.[3]

ãNà6øn=tæ
atas kalian
|=ÏGä.
diwajibkan
(#qãZtB#uä
Mereka beriman
tûïÏ%©!$#
orang-orang yang
$ygƒr'¯»tƒ
wahai
tûïÏ%©!$#
orang-orang yang
n?tã
atas
|=ÏGä.
diwajibkan
$yJx.
sebagaimana
ãP$uÅ_Á9$#
berpuasa

tbqà)­Gs?
(kalian) bertakwa
öNä3ª=yès9
agar kamu
öNà6Î=ö7s%
sebelum kalian
ô`ÏiB
Dari
Nä3ZÏB
Di antara kalian
šc%x.
(adalah ia)
`yJsù
Maka barang siapa
;NºyŠrß÷è¨B
Yang tertentu
$YB$­ƒr&
Beberapa hari
×o£Ïèsù
Maka hitunglah
9xÿy
perjalanan
4n?tã
dalam
÷rr&
atau
$³ÒƒÍ£D
sakit
úïÏ%©!$#
orang-orang yang
n?tãur
Dan atas
÷t yzé&
lain
BQ$­ƒr&
hari-hari
ô`ÏiB
dari
`yJsù
Maka Barangsiapa
&ûüÅ3ó¡ÏB
seorang miskin
ãP$yèsÛ
memberi makan
š×ptƒôÏù
Fidyah/denda
¼çmtRqà)ÏÜãƒ
Mereka berat menjalankannya
¼ã&©!
baginya
׎öyz
lebih baik
uqßgsù
Maka ia (itu)
#ZŽöyz
kebajikan
tí§qsÜs?
Ia mengerjakan
bÎ)
jika
öNà6©9
Bagi kalian
׎öyz
lebih baik
(#qãBqÝÁs?
Kalian berpuasa
br&ur
Dan bahwa


tbqßJn=÷ès?
(kalian) mengetahui
óOçFZä.
kamu

C.  Tafsir al- Mufradāt
الصوم
          Secara bahasa berarti menahan sesuatu dan meninggalkannya.sedangkan menurut pengertian terminologi puasa sering didefinisikan sebagai pebuatan yang berupa menahan dari makan, minum dan hubungan suami istri, disertai niat mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.[5]
الــعدة
Menurut al-Raghib al-asfahani, kata tersebut menunjuk sesuatu yang dihitung.[6]
يطيقونه
Dapat melaksanakan puasa tapi dengan menderita.[7]
لعـــلكم تـتـقون
            Menjaga dirimu dari perrbuatan maksiat, karena puasa itu dapat membendung hawa nafsu yang menjadi pendorong terjadinya maksiat.[8]

D.  Sabab al- Nuzul
Ibn Jarīr meriwayatkan dari Mu’adh bin Jabal r.a. bahwa ia berkata: sesungguhnya rasulullah saw, tiba di Madinah lalu ia berpuasa ‘Ashura’ dan tiga hari setiap bulan, kemudian Allah SWT mewajibkan pusa Ramadhan, maka turunlah ayat “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa” sehingga ayat “ dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin”, maka siapa yang suka berpuasa (berpuasalah ia) dan yang suka tidak berpuasa (iapun tidak berpuasa)  dan memberi makan seorang yang miskin, lalu Allah SWT mewajibkan berpuasa bagi orang yang sehat dan mukmin di negrinya, dan tepatlah (ketentuan mengganti puasa yang ditinggalkan dengan) memberi makan seoreang miskin bagi orang tua yang tidak kuat berpuasa, maka turunlah ayat “ maka barang siapa diantara kamu melihat bulan itu, hendaklai ia berpuasa”.[9]
E.   Kandungan Ayat
1.      Sebab diwajibkannya puasa Ramadhan
Tuhan terlah mewajibkan kita (umat Muhammad), untuk berpusa sebagaimana para mukmin dan pemeluk agama-agama sebelum kita juga diwajibkan berpuasa. Ungkapan ayat al-Baqarah 183 ini mengandung motivasi (pendorong) kepada kita untuk menjalankan puasa. Meskipun puasa itu ibadah yang berat, tetapi bukan kita saja yang wajib berpuasa, umat-umat sebelum kita juga diwajibkan puasa dan mereka mampu menjalankannya.[10]
Pada dasarnya diwajibkannya puasa itu kepada kita agar kita mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah SWT. Caranya adalah meninggalkan keinginan yang mudah didapat dan halal, demi menjalankan perintah dan mendapatkan pahala-Nya. Dengan demikian, maka mental kita terlatih di dalam menghadapi godaan nafsu syahwat yang diharamkan, dan kita dapat menahan diri untuk tidak melakukannya.[11]
Dengan berpuasa akan suburlah kemauan dan kehendak mengendalikan nafsu dan meninggalkan keinginan-keinginan nafsu yang haram, selain kita akan dapat bersabar.
Dengan firman Allah ini kita bisa mengetahui dan meyakini bahwa puasa diwajibkan Allah mengandung kemanfaatan yang berguna bagi diri kita sendiri, bukan seperti yang dipercayai oleh para penyembah berhala, yang berkeyakinan puasa, puasa untuk menghilangkan kemarahan tuhan-tuhan ketika mereka mengerjakan sesuatu yang tidak disenanginya, untuk menarik perhatian tuhan agar mengabulkan suatu permintaannya. Tuhan-tuhan itu tidak menyukai, kecuali mengazab jiwa dan menghilangkan kenikmatan rohani. Kepercayaan ini tersebar dikalangan ahli kitab, dan Islam datang menghapus kepercayaan yang tidak masuk akal itu.[12]
Tentang puasa menyiapkan diri kita menjadi orang yang bertakawa, kenyataannya (dalam realitas) dapat dilihat dari beberapa jalan. Yang terpenting diantaranya:
1.      Puasa membiasakan manusia takut kepada Allah SWT
2.      Puasa mematahkan gejolak hawa nafsu dan menjadikan jiwa mampu memalngkan syahwat (hasrat) menurut keutamaan syara’
3.      Puasa menanamkan syafaat dan rahmat yang memotivasi (menggerakkan) hati kita untuk suka memberi dan bersedekah
4.      Puasa mengandung arti persamaan, semua orang menjalankan kewajiban puasa
5.      Puasa membiasakan umat hidup teratur
6.      Puasa melenyapkan paham kebendaan (materialistis) yang meresap pada diri kita
2.      Bulan yang diwajibkan untuk berpuasa
Dalam surat al-Baqarah ayat 184 ini Allah mewajibkan berpuasa dalam beberapa hari yang ditentukan bilangannya, yaitu pada hari-hari bulan Ramadhan.[13] Allah tidak mewajibkan kepada kita untuk melakukan puasa selama satu tahun penuh atau sebannyak-banyaknya. Karena Allah maha pengasih dan tidak memberatkan pada para mukallaf. Jadi, siapapun yang sedang dalam keadaan sakit atau safar (bepergian), maka jika tidak berpuasa wajib membayak qada’ sejumlah hari-hari yang ditinggalkan. Jika dalam dua keadaan tersebut tetap diwajibkan pada umumnya orang akan merasa berat.[14]
3.      Pendapat ulama tentang kriteria orang yang mendapat rukhsah
Kebanyakan ulama’ mensyaratkan sakit berat bagi orang yang membatalkan puasanya. Pendapat Ibn Sirin, Atha dan al-Bukhari yaitu selain jenis penyakit, baik ringan atau berat, menjadi rukhsah (keringanan) seseorang untuk berbuka puasa. Karena bisa menyengsarakan orang yang sakit, membuat penyakitnya tambah parah dan memperlambat kesembuhan.[15]
Safar (perjalanan) yang membolehkan kita berbuka adalah asfar yang membolehkan seseorang untuk mengkosor shola. Yaitu, jarak satu farskh = 3 mil. Dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan, para sahabat bepergian bersama Nabi. Diantara mereka ada yang berbuka, dan ada yang yang tetap melaksanakan puasa. Masing-masing dari mereka tidak menjelekkan (menyalahkan) yang lain.[16]
Kebanyakan imam, seperti imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i berpendapat, berpuasa dalam perjalanan lebih utama bagi mereka yang kuat dan tidak mengalami kesulitan. Sebaliknya, al-Aua’i, dan Ahmad menyatakan, berbuka lebih utama, karena rukhsah (keringanan) yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam.[17]
4.      Pembagian golongan yang mendapat ruksah
Kesimpulan yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah orang Islam dapat dibagi mejadi tiga golongan terkit dalammelaksanakan puasa Ramadhan yaitu:
1.    Orang muqim yang sehat dan mampu melakukan puasa tanpa ada madharat dan masaqat.
2.    Orang sakit dan atau dalam keadaan safar. Keduanya diperbolehkan untuk tidak berpuasa, tetapi wajib mengqadha.
3.    Orang yang berat melakukan puasa, karena tidak mungkin berpuasa. Misalnya orang yang tua renta, sakit keronis, hamil dan menyusui. Tetapi mereka mendapatkan kewajiban untuk membayar fidyah,sebagai ganti setiap hari yang ditinggalkan.[18]
Barang siapa yang memberikan fidyahnya melebihi yang ditentukan (tathawwu’, sunnah)  yang demikian itu sangat baik baginya dan pahalanya akan kembali kepadanya. Dan jika kita mengtahui filosofi dan dasar-dasar diwajibkannya berpuasa maka kita tidak akan pernah mininggalkannya walaupun satu hari.[19]



DAFTAR PUSTAKA
__________. al-Quran al-Karim. DEPAG R. 2007
Mas’ud , Ibnu  dan Abidin, Zainal. Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2007
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan as-Suyuti, Imam Jalaluddin. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Terj. Bahrun Wakhid. Vol I. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2004
Aminuddin, Luthfi Hadi. Tafsir Ayat Ahkam. Ponorogo: STAIN Po Press. 2008
Al-Ghozali, Muhammad. Tafsir al-Ghozali. Terj. Maghfur Wakhid. Yogjakarta: Islamika. 2004
Jad, Syekh Ahmad. Shahih Fiqh as-Sunnah Li an-Nisa’. Terj. Abdul Malik. Mesir: Dar al-Ghad al- Jadid al-Mansura. 2008
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuu., Semarang: Pustaka Rizeki. 2000




[1] Syekh Ahmad Jad, Shahih Fiqh as-Sunnah Li an-Nisa’, Terj. Abdul Malik (Mesir: Dar al-Ghad al- Jadid al-Mansura, 2008), 201.
[2] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007), 541.
[3] __________, al-Quran al-Karim (DEPAG RI, 2007), 28.
[4] Ibid., 28
[5] Luthfi Hadi Aminuddin, Tafsir Ayat Ahkam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2008), 102.
[6] Ibid,.
[7] Ibid,.
[8]Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, Terj. Bahrun Abu Bakar,  Vol I  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), 93.
[9] Luthfi, Tafsir, 103.
[10]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur (Semarang: Pustaka Rizeki, 2000), 293.
[11] Muhammad al-Ghozali, Tafsir al-Ghozali, Terj. Maghfur Wakhid (Yogjakarta: Islamika, 2004), 121.
[12] Ibid,.
[13] Teungku, Tafsir, 295.
[14] Al-Ghozali, Tafsir, 121.
[15]Teungku, Tafsir, 295.
[16] Ibid,.
[17] Ibid, 296.
[18] Al-Ghozali, Tafsir, 124.
[19] Teungku, Tafsir, 297.

0 komentar:

Posting Komentar