Studi Qur’an

Studi Qur’an


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar “istilah tafsir”, tapi seolah-olah istilah itu hanya sekedar istilah belaka, tidak ada pengkajian yang lebih mendalam. Padahal tafsir mempunyai posisi yang sangat penting dalam Ilmu-ilmu keislaman. Banyak dari masarakat kita yang menafsirkan ayat Al-Qur’an tanpa memperhatikan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an, baik dari ilmu alat, asbabun nuzul, maupun dari hadits dan asbabul wurudnya.
Bahkan ada suatu aliran yang memberi nama alirannya dengan nama “Tafsif Al-Qur’an” yang dikemas dalam bentuk majlis. Aliran tersebut hanya menafsirkan ayat secara tekstual tanpa meperhatikan disiplin ilmu yang lain. Sungguh ironis sekali, semoga kita tetap pada ajaran yang kita yakini dari leluhur kita tanpa terpengaruh pada ajaran baru yang belum kita ketahui sebelumnya.
Kita jangan hanya taqlid saja tanpa mengetahui ilmu yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur’an, karena kita adalah sebagai generasi penurus ulama’ dimasa yang akan datang. Oleh karena itu perlu adanya pengkajian yang lebih mendalam dikalangan kita (mahasiswa) sebagai penerus mereka semua.

A.      Pengertian Tafsir
Tafsir secara bahasa berarti menjelaskan, menerangkan, menampakkan, menyibak dan memperinci. Sedangkan secara istilah yaitu suatu rangkaian penjelasan dari teks al-Qur’an yang dibukukan oleh mufassir, menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum hikmahnya. Tafsir di sini yang dimaksudkan adalah tafsir yang membahas seputar al-Qur’an. Jadi, kajian yang banyak dilakukan oleh umat Islam terhadap al-Qur’an ini adalah kandungan dan aplikasinya, serta sehubungan dengannya, yang lazim disebut tafsir al-Qur’an.[1]
Sedangkan sumber tafsir yang digunakan sebagai rujukan dalam menafsirkan al-Qur’an pada masa sahabat hanya terbatas kepada empat macam: al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW, ijtihad dan kekuatan istinbath, dan Ahl al-Kitab.

B.       Metode Ijmali
1.    Pengertian Ijmali
Metode penafsiran Ijmali adalah metode penafsiran Al-Qur’an yang pertama kali muncul. Berikut adalah pemaparan tentang metode Ijmali.
Secara bahasa Ijmali berarti global atau umum, sedangkan secara istilah menurut Prof. Dr. Nashruddin Baidan dalam bukunya (Metodologi Penafsiran Al-Qur’an) mengatakan:
 “metode Ijmali adalah menjelaskanayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca”.[2].
2.    Ciri-ciri metode Ijmali
Dalam metode penafsiran Ijmali Prof. Dr. Nashruddin Baidan mengemukakan bahwa ciri-ciri metode Ijmali terletak pada:
a.         Sistematika penulisannya menuruti ayat-ayat di dalam Al-Qur’an
b.         Penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa yang ada dalam Al-Qur’an
c.         Mufassir langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan tidak pula mengikuti suatu tema tertentu
d.        Mufassir tidak banyak mengeluarkan pendapat dan idenya
3.    Kelebihan dan kelemahan metode Ijmali
Setiap metodologi adalah produk Ijtihad manusia yang mungkin sekali terdapat beberapa/ banyak kekurangan. Begitu juga dalam metode penafsiran Ijmali, masih ada kekurangan dan juga kelebihan. Namun perlu diingat bahwa kelebihan dan kekurangan yang ada dalam suatu metode bukanlah suatu sifat negatif dari metode tersebut, melainkan merupakan ciri-ciri dari sebuah metode yang membedakannya dengan metode yang lain. Diantara kelebihan dan kekurangan dari metode ini diantaranya:
a.    Kelebihan Metode Ijmali
1)        Praktis dan mudah difahami
Secara tidak langsung tafsir yang menggunakan metode Ijmali memudahkan bagi golongan mubtadi’in (pemula) dalam mempelajari Tafsir Al-Qur’an, karena menggunakan bahasa yang tidak berbelit-belit.
2)        Bebas dari penafsiran Israiliat
Metode penafsiran Ijmali ini lebih singkat jika dibandingkan dengan metode penafsiran yang lain, jadi relatif murni dari penafsiran-penafsiran Israiliat. Selain dari penafsiran israiliat, dengan metode ini dapat dibendung pemikiran-pemikiran yang kadang-kadang terlalu jauh dari pemahaman ayat-ayat Al-Qur’anseperti pemikiran-pemikiran yang memihak pada suatu kelompok tertentu, dan juga pemikiran-pemikiran spekulatif yang dikembangkan oleh teolog, sufi, dan lain-lain.
3)        Akrab dengan bahasa Al-Qur’an
Dalam metode ini mufassir langsung menjelaskan pengertian kata dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan pendapatnya secara pribadi dalam menafsirkan suatu ayat. Sehingga seolah-olah ketika membaca atau mendengar tafsir dengan metode ini pembaca atau pendengar tidak merasakan kalau ini adalah tafsir.[3]
b.    Kelemahan metode Ijmali
1)        Ringkasnya kajian yang ada di dalamnya
Dikatakan lemah karena tidak dapat menguak makna-makna ayat secara menyeluruh dan mendalam serta tidak dapat menyelesaikan masalah dengan tuntas karena terkungkung oleh penafsiran global tanpa analisis.[4]
2)        Terlalu dangkal dan berwawasan sempit
Tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan.
4.    Contoh Metode Ijmali
Tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din Al-Mahalli dan juga Jalal al-Din Al-Suyuti:
{ الحمدللَّهِ } جملةخبريةقصدبهاالثناءعلىاللهبمضمونهامنأنهتعالىمالك : لجميعالحمد
منالخلقأومستحقلأنيحمدوهو ( الله ) علمعلىالمعبودبحق { رَبّالعالمين } أيمالك
جميعالخلقمنالإنسوالجنّوالملائكةوالدوابوغيرهموكلمنهايطلقعليهعالم،يقال :
عالمالإنسوعالمالجنّإلىغيرذلك . وغلبفيجمعهبالياءوالنونأولوالعلمعلىغيرهموهو
منالعلامةلأنهعلامةعلىموجده .
5.    Urgensi Metode Ijmali
Metode penafsiran Ijmali mempunyai andil yang sangat besardalam penafsiran ayat Al-Qur’an, dikarenakan ada beberapa hal,diantaranya yaitu demi memudahkan dalam memahami Al-Qur’an bagi pemula karena uraian yang ada didalamnya sangatlah ringkas dan tidak berbelit-belit. Disamping itu tafsir dengan metode ini sangatlah cocok bagi orang-orang yang disibukkan dengan kegiatan-kegiatan rutin setiap hari.
6.    Kitab tafsir dengan metode Ijmali
Beberapa diantara kitab tafsir yang terkenal dalam menggunakan metode ini adalah:
a.    Tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din Al-Mahalli dan juga Jalal al-Din Al-Suyuti
b.     Tafsr Al-Qur’an al-Karim karya Farid Wajdi
c.    Tafsir Kalam Al-Mannan karya ‘Abd al-Rahman Sa’id
d.   Tafsir Al-Ajza’al-Asrah al-Ula karangan Muhammad Saltut,dan lainnya.
C.      Metode Tahlili
1.    Pengertian
Metode penafsiran yang kedua adalah metode tahlili. Metode tahlili ini  dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai metode Tajzi’y. Menurut Al-Baqir metode tajzi’y adalah suatu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayatal-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam mushaf.
Oleh seorang mufassir tajzi’i di uraikan bermula dari kosa kata asbab al-nuzul, munasabah dan lain-lain yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.
Pemikiran aljazair kontemporer, Malik bin Nabi menilai bahwa upaya para ulama’ menafsirkan al-qur’an dengan metode tahlili tiak lain kecuali dalamangka upaya mereka meletakkan dasar rasional bagi pemmahaman akan kemu;jizan al-Qur’an.
Terlepas dari benar tidaknya pendapat di atas, yang jelas kemu’jizatan al-qur’an tiak ditujukan kecuali kepada mereka yang tidak peraya. Hal ni dapat dibuktikan dengan memprhatkan rumusan definisi mu’jizat dimana terkandung di dalamnya unsur tahaddy (tantangan). Bukti kedua dapa dilihat dari teks ayat-ayat yang berbicara tentang keluarbiasaan Al-Qur’anyang selalu dimulai dengan kalimat: Inkuntum fi raib atau inkuntum Shadiqi,konsep tahlili adalah metode kajian al-Qur’an secara kronologis dan memaparkan berbagai aspek yang terkandung dalam ayat-ayat al-qur’an sesuai dengan urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf utsmani.[5]
2.    Ciri-ciri metode Tahlili
Ciri utama metode ini antara lain sebagai berikut:
a.    Membahas segala sesuatu yang menyangkut ayat itu dari segi-seginya.
b.    Mengungkapkan asbabun nuzul ayat yang ditafsirkannya, jika ayat tersebut memiliki asbabun nuzul.
c.    Menafsirkan ayat per ayat secara berurutan, dalam pembahasanya selalu melihat kolerasi antar ayat, untuk menemukan makna penafsiran itu.
d.   Tafsir dapat bercorak tafsir bil ma’tsur ataupun bi al-ra’y.[6]
3.    Kelebihan metode Tahlili
Kelebihan dari metode tahlili adalah:
a.    Memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat
b.    Sistematika berdasarkan susunan mushaf
c.    Menggunakan bentuk tafsir bi al-ma’tsur dan bi al-ra’y, sehingga mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
d.   Disertai kecenderungan dan keahlian mufassir
4.    Kelemahan dari metode Tahlili
a.    Tidak mampu memberi jawaban tuntas pada persoalan yang dihadapi.
b.    Tidak banyak memberikan pagar metodologis yang dapat mengurangi subjektifitas mufassirnya
c.     Bahasan-bahasannya dirasakan sebagai mengikat generasi berikut, hal ini mungkin karena sifat penafsirannya sangat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu pada penafsiran persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat.
5.    Contoh metode Tahlili
(القولفيتأويلفاتحةالكتاب)
{ الْحَمْدُلِلَّهِ } :
قالأبوجعفر: ومعنى(الْحَمْدُلِلَّهِ) : الشكرخالصًاللهجلثناؤهدونسائرمايُعبدمندونه،ودونكلِّمابرَأَمنخلقه،بماأنعمعلىعبادهمنالنِّعمالتيلايُحصيهاالعدد،ولايحيطبعددهاغيرهأحدٌ،فيتصحيحالآلاتلطاعته،وتمكينجوارحأجسامالمكلَّفينلأداءفرائضه،معمابسطلهمفيدنياهممنالرزق،وَغذَاهمبهمننعيمالعيش،منغيراستحقاقمنهملذلكعليه،ومعمانبَّههمعليهودعاهمإليه،منالأسبابالمؤدِّيةإلىدوامالخلودفيدارالمُقامفيالنعيمالمقيم. فلربِّناالحمدُعلىذلككلهأولاوآخرًا.
وبماذكرنامنتأويلقولربناجلّذكرهوتقدَّستأسماؤه:(الْحَمْدُلِلَّهِ)،جاءالخبرُعنابنعباسوغيره:-
151 -حدثنامحمدبنالعلاء،قال: حدثناعثمانبنسعيد،قال: حدثنابشربنعُمارة،قال: حدثناأبورَوْق،عنالضحاك،عنابنعباس،قال: قالجبريللمحمدصلىاللهعليهما: قليامحمد "الحمدلله " قالابنعباس: "الحمدلله": هوالشكرلله،والاستخذاءلله،والإقراربنعمتهوهدايتهوابتدائه،وغيرذلك

6.    Kitab-kitab Tafsir dengan Metode Tahlili
a.      Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an oleh al-Tabari (W. 310 H)
b.      Al-Tafsir al-Kabir Mafatih al-Ghayb oleh al-Razi (W. 606 H)
c.       Tafsir al-Qur’an al-Karim oleh al-Tusturi (W. 383 H)
d.      Ahkam al-Qur’an olehal-Syairazi (W. 606 H)[7]

D.      Perbedaan Metode Ijmali Dan Tahlili
1.    Metode Ijmali :
a.    Makna ayat yang diungkapkan secara global dan ringkas
b.     Tidak ada pendapat mufassir
2.    Metode Tahlili :
a.    Makna ayat yang diuaraikan secara tereprinci dengan tinjauan dari berbagai aspek yang di bahas secara panjang lebar.
b.     Diwarnai kecenderungan dan keahlian mufassir.



[1]Badri Khaeruman. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an. (Bandung: Pustaka Setia,. 2004),hal. 59.
[2] Nashruddin Baidan. Metodologi penafsiran Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005),hal 13.
[3] Ibid, hal 23-24.
[4] Tim forum karya Ilmiah RADEN purna siswa 2011 MHM Lirboyo.Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, sejarah, dan tafsir Kalamullah.  (Kediri: Lirboyo Press, 2011), hal. 229.
[5] M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur’an. (Bandung: Mizan. 2002), hal. 37.
[6]Badri Khaeruman. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an. (Bandung: Pustaka Setia. 2004), hal. 59.

[7]Khoiruddin Nasution. Pengantar Studi Islam. (Yogyakarta:ACAdeMIA + TAZZAFA, 2010), hal. 129.

0 komentar:

Posting Komentar