Mahabbah dan Ma’rifat


Mahabbah dan Ma’rifat

       Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu islam yang menekankan aspek spiritual dan kerohanian.Tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihatnya dengan mata hati.Dan ada banyak sekali jalan untuk masuk kedalam dunia ini.banyak sekali paham yang merupakan cabang dari ilmu tasawuf yang dijalankan dan dikemukakan oleh kaum sufi, dan diantaranya adalah mahabbah dan makrifat.
       Mahabbah yang merupakan luapan rasa cinta yang mendalam dari makhluk kepada Sang Kholiq dan makrifat adalah pengetahuan tentang Tuhan dalam sanubari, yang keduanya merupakan upaya mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihatnya dengan mata hati.
       Dengan melihat sangat pentingnya kedua paham ini berkaitan dengan kehidupan tasawuf maka sekiranya sangat menarik untuk dijadikan sebagai pembahasan dalam makalah yang berkaitan dengan masalah ini yang berjudul “MAHABBAH  DAN MA’RIFAT”. Dalam makalah ini kami akan membahas pengertian, tujuan, kedudukan, paham dan pandangan menurut Al-Quran dan al-hadists. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. 
         
PEMBAHASAN

A.Pengertian Mahabbah dan Ma’rifat
1.Pengertian Mahabbah
            Mahabbah secarabahasa berasal dari kata   احب-يحب-محبةyang berarti mencintai secara mendalam, kecintaan atau cinta secara mendalam.
            Adapun pengertian mahabbah secara istilah  dari segi tasawuf menurut al-Qushairi adalah:
المحبة حالة شرىفة شهدا لحق سبحانه بها للعبد فالحق سبحانه يوصف بانه يحب العبد والعبد يوصف بانه يحب الحق سبحانه
al-Mahabbah merupakan keadaan jiwa yang muliayang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT. Oleh hamba,selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.
            Mahabbah dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak,yaitu cinta kepada Tuhan.
            Menurut Harun Nasution Mahabbah adalah:
1.Memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap yang melawan kepada-Nya.
2.Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3.mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi,yaitu Tuhan.[1]
          Menurut Al-Muhasibi Mahabbah adalah karunia Ilahi yang benihnya ditanamkan oleh Allah dalam hati hambanya.Mahabbah ini merupakan jalan untuk membuka rahasia-rahasia yang wujud.[2]
            Dengan uraian tersebut kita mendapat pemahaman bahwa  Mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati,sehingga sifat-sifat yang dicintai(Tuhan)masuk kedalam diri yang dicintai.
2.Pengertian Ma’rifat
            Ma’rifat secara bahasa berasal dari kata عرف-يعرف-عرفا yang artinya pengetahuan atau pengalaman.
            Ma’rifat juga diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan itu demikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu,yaitu Tuhan.
            Beberapa sufi menjelaskan Ma’rifat sebagai berikut:
1.kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, kepalanya akan tertutup,dan ketika itu yang dilihatnya adalah Allah.
2.Ma’rifat adalah cermin. Kalau seorang ‘arif melihat cermin itu,yang dilihatnya hanyalah Allah.
3.Yang dilihat orang ‘arif  baik sewaktu tidur maupun terjaga hanyalah Allah.
4.Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk materi,semua orang yang melihat padanya akan mati karna tak tahan melihat kecantikan serta keindahannya,dan semua keindahan yang gilang gemilang.[3]
            Ma’rifat menurut al-Ghazali yaitu:
1.Ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan-Nya yang melingkupi segala yang ada.
2.Seorang yang telah sampai pada Ma’rifat berada dekat dengan Allah,bahkan ia dapat memandang wajah-Nya.
3.Ma’rifat datang sebelum Mahabbah.[4]

B.Tujuan Mahabbah dan Ma’rifat
      Tujuan Mahabbah yaitu untuk memperoleh kebutuhan, baik yang bersifat material maupun spiritual untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan,untuk memperoleh kesenangan bathiniahyang sulit dilukiskan dengan kata-kata,tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.[5]
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam makrifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
C.Kedudukan Mahabbah dan Makrifat
            Ada yang berpendapat bahwa istilah Mahabbah selalu berdampingan dengan Ma’rifat,baik dalam kedudukannya maupun pengertiannya.Kalau Ma’rifat adalah merupakan tingkat pengetahuan kepada Tuhan melalui mata hati(al-qalb),maka Mahabbah adalah perasaan kedekatan dengan Tuhan melalui cinta(roh).[6] . Smentara al-Ghozali dalam kitabnya ihya ulumiddin memandang makrifat datang sebelum mahabbah.Sedangkan al-Kalabasi menjelaskan bahwa makrifat datang sesudah mahabbah.Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa makrifat dan mahabbah merupakan kembar dua yang selalu disebutkan bebarengan. Keduanya menggambarkan keadaan dekatnya hubungan seorang sufi dengan Tuhan.Dengan kata lain mahabbah dan makrifat menggambarkan dua aspek rapat yang ada antara seorang sufi dengan Tuhan.
Dalam literature-literatur tasawuf,tidak ada kesepakatan tentang mahabbah apakah termasuk hal atau maqam. Dalam hal ini,kalau kita perhatikan kembali syair-syair dan pernyataan Rabi’ah serta pendapat-pendapat sufi,dapat dipahami bahwa Mahabbah adalah hal.Sebagaimana halnya dengan mahabbah, makrifat ini dianggap sebagai hal.[7]

D.Paham Mahabbah dan Ma’rifat
1.Paham Mahabbah
            Paham mahabbah diperkenalkan oleh sufi perempuan yaitu, Rabiah al-Adawiyah. Beliau adalah zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak.Ia hidup antara tahun 713-801 H.Tuhan baginya dzat yang dicintai hingga meluaplah dalam hatinya rasa cinta yang mendalam kepada-Nya.
Selain Rabiah al-adawiayah ada beberapa tokoh sufi yang menerangkan tentang mahabbah dan diantaranya adalah Al-Qushairi,beliau memberikan lebih dari 80 definisi.Ia tidak memberikan definisi secara pasti atau jelas. Ia mengatakan Mahabbah adalah kondisi keadaan jiwa yang mulia(halal asy-syarifah). Sementara Ath-Thusi membagi Mahabbah menjadi 3 tingkatan. Pertama, Mahabbah al-ammah,yaitu Mahabbah yang timbul dari belas kasih dan kebaikan Allah kepada hambanya. Kedua, hub ash-shadiqin wa al-muttaqiqin,yaitu Mahabbah yang timbul dari pandangan hati sanubari terhadap kebesaran,keagungan,kemahakuasaan,ilmu dan kekayaan  Allah. Ketiga Mahabbah as-shiddiqin wa al arifin, yaitu Mahabbah yang timbul dari penglihatan dan ma’rifat mereka terhadap qadimnya kecintaan Allah yang tanpa ‘illat. Demikian pula mereka mencintai Tuhan tanpa ‘illat.[8]
Dilihat dari segi tingkatannya,mahabbah dikemukakan al-shirraj,dikutip dari Harun Nasution,ada 3 macam yaitu Mahabbah orang biasa,Mahabbah orang shiddiq dan Mahabbah orang yang arif. Mahabbah orang biasa mengambil bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Selanjutnya Mahabbah orang shiddiq adalah cinta yang kenal pada Tuhan,pada kebesaran-Nya,pada kekuasaan-Nya,pada ilmunya dan lain-lain. Sedangkan cinta orang yang arif adalah cinta yang tahu berul pada Tuhan.
            Ketiga tingkat Mahabbah tersebut tampak menunjukkan suatu proses mencintai,yaitu mulai dari mengenal sifat-sifat Tuhan dengan menyebut-Nya melalui zikir,dilanjutkan dengan leburnya diri(fana) pada sifat-sifat Tuhan itu,dan tampaknya cinta yang terakhirlah yang ingin dituju oleh Mahabbah.[9]
2.Paham Ma’rifat
            Tokoh yang mengembangkan paham makrifat adalah Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghozali yang lahir pada tahun 125 M. di Ghazaleh, di Khurazan.Beliau mengatakan bahwa makrifat adalah tampak jelas rahasia-rahasia ke-Tuhanan dan pengetahuan mengenai susunan urusan keTuhanan yang mencangkup segala yang ada.
            Tokoh yang mengambangkan makrifat selain Imam Ghozali adalah Syaih Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak di Sudan dan Mesir, beliau wafat pada tahun 1111M.Ketika ditanya bagaimana ia memperoleh makrifat tentang tuhan, ia menjawab,” Aku mengetahui Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tak akan tahu Tuhan.”
            Dzun Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang Ma’rifat.
            Pertama,ia membedakan antara ma’rifat sufistik(Ma’rifat shufiyyah) dengan Ma’rifat rasional(Ma’rifat Aqliyah). Yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi,sedangkan yang kedua menggunakan pendekatan rasio yang biasa digunakan para teolog.
            Kedua,Ma’rifat sebenarnya adalah Musyahadah Qalbiyyah,(penyaksian melalui hati),sebab ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
            Ketiga,sesungguhnya ma’rifat yang hakiki adalah bukan ilmu tentang keesaan Tuhan,sebagaimana yang diyakini selama ini,bukan pula ilmu-ilmu burhan dan nazhr milik para hakim,mutakallim,dan ahli balaghah,tetapi ma’rifat terhadap keesaan Tuhan khusus yang dimilki para wali Allah sehingga tersingkaplah baginya apa-apa yang tidak dapat dilihat oleh selain mereka.
            Keempat ma’rifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hati anda dengan cahaya ma’rifat yang murni,sebagaimana halnya matahari tak dapat dilihat,kecuali dengan cahaya matahari itu sendiri.
            Dzun Nun Al-Mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi 3 macam,yaitu pengetahuan untuk seluruh muslim,pengetahuan khusus untuk para filosof dan ulama,dan pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
Selain beliau berdua paham makrifat juga dikemukakan oleh Ibn ‘Atha’illahi.Beliau membagi Ma’rifat menjadi 2 macam. Pertama ma’rifat umum, yaitu mengenal Tuhan yang diwajibkan kepada seluruh makhluk-Nya,lalu memuji dengan pujian yang sesuai dengan keadaan masing-masing. Kedua Ma’rifat khusus,yaitu pengenalan yang lahir dari musyahadah yang karenanya orang ‘arif mengenal sifat,nama,dan perbuatan Allah.
Selain dua tokoh yang mengembangkan paham mahabbah,ada beberapa tokoh sufi yang menyatakan pendapatnya mengenai paham mahabbah, diantaranya adalah:
1)      Abu Yazid Al-Busthami berkata:”Cinta menganggap sedikit pemberian yang ia keluarkan dan menganggap banyak pemberian kekasih walaupun sedikit.”
2)      Sahal bin Abdullah berkata,”Cinta itu merangkul ketaatan dan menentang kedurhakaan.”
3)      Al-Junaid pernah ditanya tentang cinta,lalu dijawab,”Cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintainya.”
4)      Abu Ali Ahmad ar-Rudzabari berkata,”Cinta adalah kesetiaan.”Abu Abdullah Al-Quraisy berkata,”Hakikat cinta jika kamu memberi,maka kamu memberikan semua yang kamu miliki kepada orang yang kamu cintai,tanpa tersisa sedikitpun untukmu.”
5)      Dalf Asy-Syibi berkata,”Disebut cinta karena cinta menghapus hati dari ingatan semua selain yang dicintainya.”Ahmad bin Atha’ berkata,”Cinta selalu menegur kelengahan dirinya.”[10]
4.Pandangan Al-Qur’an dan Hadist tentang Mahabbah dan Ma’rifat
   A.Pandangan Al-Qur’an dan Hadist Tentang Mahabbah
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله
Jika kamu cinta kepada Allah,maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu.(QS.Ali ‘Imron,3:30).
ياءتى الله بقوم تحبهم و يحبونه
Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya.(QS,al-Maidah,5:54).
            Di dalam hadist juga dinyatakan sebagai berikut:
ولا يزال عبدى يتقرب الي با انوافل حتى احبه ومن احببته كنت له سمعا وبصرا ويدا
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telinga,mata,dan tangan-Ku.
            Kedua ayat dan satu hadist di atas memberikan petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai. Karena alat untuk mencintai Tuhan,yaitu roh. Roh adalah berasal dari roh Tuhan.Roh Tuhan dan roh yang ada pada diri manusia sebagai anugrah Tuhan bersatu dan terjadilah mahabbah. Ayat dan hadist tersebut juga menjelaskan bahwa pada saat terjadi mahabbah diri yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai yang digambarkan dalam telinga,mata dan tangan Tuhan. Dan untuk mencapai keadaan tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.[11]
B.Pandangan Al-Qur’an dan Hadist tentang Ma’rifat
ومن لم يجعل الله له نورفماله من نور
Dan barang siapa yang tiada diberi cahaya(petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun(QS.al-Nur,24:40)
افمن شرح الله صدره للاسلام فهو على نور من ربه
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya(sama dengan orang yang membantu hatinya)?(QS.al-Zumar,39:22).
اول الد ىن معرىفة الله
Pertama sekali di dalam agama adalah mengenal Allah
بنىت فى جوف ابن ادم قصرا وفى القصر صدر وفى الصدر قلبا وفى القلب فؤادا وفى الفؤاد شغافا وفى وفى الشغافا لبا  وفى لب سرا وفى السرا انا
Aku jadikan dalam rongga anak adam mahligai dan dalam mahligai itu ada dan dalam dada itu ada hati (qolbu) namanya dan dalam hati ada mata hati(fuada)dan di dalam mata hati itu ada penutup mata hati(saghafa) dan di balik penutup mata hati itu ada nur/cahaya (labban) dan di dalam nur itu ada rahasia (siri) dan didalam rahasia itu aku kata Allah.[12]
  

DAFTAR PUSTAKA
                                       
Djaliel,Abd.Maman,Tasawuf Tematik,Bandung:CV  Pustaka Setia,2003.
                     Mahmud,Halim,Abdul,Tasawuf diDuniaislam,Bandung:Pustaka Setia,2002.
                     Mahmud,Halim,Abdul.At-Tasawuf  Fi Al-Islam,Bandung:CV Pustaka Setia,2002.
                  




[1] Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di dunia Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2002),hal207-209.
[2]Maman Abdul djalil,Tasawuf Tematik Membedah Tema-tema Penting,(Bandung:CV Pustaka Setia,2003),hal 38.
[3] Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di dunia Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2002),hal 219-220.
[4] Maman Abd.Djaliel,Tasawuf Tematik,(Bandung:CV Pustaka Setia,2003),hal 43.
[5] Abdul Halim Mahmud,At-Tasawuf Fi Al-Islam,(Bandung:CV Pustaka Setia,2002), hal 95.
[6]Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di dunia Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2002),hal 221.       
[7] Maman Abd.Djaliel,Tasawuf Tematik,(Bandung:CV Pustaka Setia,2003),hal 38.
[8]Ibid.,hal 35-36.
[9]Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di Dunia Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2002),hal 209-210.
[10]Maman Abd.Djaliel,Tasawuf Tematik,(Bandung:CV Pustaka Setia:2003),hal 45-47.
[11] Abdul Halim Mahmud,Tasawuf di Dunia Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2002),hal 217-218.
[12] Ibid.,hal 229-230.

3 komentar:

babulilmi mengatakan...

mahabbah adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan...good job

Unknown mengatakan...

maaf koreksi ayatnya kak
itu harusnya Ali imran ayat 31 bukan 30 kak
terimakasih :D

Unknown mengatakan...

Sungguh indah orang orang yg telah mencapai mahhabah... Seandainya aku bisa,menempuhnya..

Posting Komentar