Teologi Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
Ilmu kalam merupakan, ilmu yang mempelajari hakikat ketuhanan seperti dzatnya, sifatnya, namanya dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil naqli yang di aqlikan sehingga memperkuat akidah kepercayaan kita tentang eksistensi tuhan. Pemikiran kalam pun mulai berkembang pembahasannya, pada awal kemunculanya ilmu kalam membahas tentang pelaku dosa besar apakah masih beriman atau kafir, kebebasan berkehendak manusia, kedudukan Al-quran (diciptakan atau Qadim), dan segalanya tentang masalah ketuhanan. Tapi setelah munculnya ulama modern seperti Sayyid Ahmad Khan. Pemikiran kalam mulai kepada pemikiran orientalis dan unsur filsafat semakin kental, yang menempatkan posisi akal lebih tinggi dibandingkan posisi dalil-dalil naqli seperti Al-Quran dan As-sunnah. Untuk itulah penulis mencoba menjelaskan dan membahas tentang pemikiran-pemikiran kalam ulama moderen ini, agar kita lebih mengetahui perbedaannya dengan pemikiran ulama-ulama salaf sebelumnya.
A. Biografi Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 Oktober 1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah bin Ali. Neneknya Sayyid Hadi, adalah pembesar Istana di zaman Alamghir II (1745-1759). Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Persia. Ia rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ketika berusia 18 tahun, ia bekerja pada serikat india timur. Kemudian bekerja pula ia sebagai hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali ke delhi dan mempergunakan kesempatan itu untuk belajar.[1]
Dikota delhi inilah ia dapat melihata langsung penninggalan-peninggalan kejayaan islam dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuka muslim, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan, Hakim Mahmud Khan dan Nawab Aminuddin. Semasa di delhi, ia mulai mengarang. karya pertamanya adalah asar as-sanadid. Pada tahun 1855, ia pindah ke bijnore. Ditempat ini, ia tetap mengarang buku-buku penting islam di india. Pada tahun 1857, terjadi pemberontakan dan kekacauan politik di delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap orang india. Keyika melihat keadaan rakyat delhi, ia sempat berpikir untuk meninggalkan india menuju mesir, tetapi ia sadar bahwa ia harus memperjuangkan umat islam india agar menjadi lebih maju. Ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang inggris dari pembunuhan, higga di beri gelar sir, tetapi ia menolaknya. Pada tahun 1861, ia juga mendirikan sekolah inggris di murabadab. Hingga akhir hayatnya ia selallu mementingkan pendidikan umat islam di india. Pada tahun 1878, ia juga mendirikan sekolah mohammedan anglo orienta college (MAOC) dia aliargh yang merupakan karyanya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan umat islam india.[2]
B. Pemikiran Teologi Sayyid Ahmad Khan
Perhatian Ahmad Khan yang besar sekali terhadap umat Islam India juga terhadap umat lain. Dengan sikapnya itu ia selain tidak mau mengorbankan umat Islam dalam perjuangan dia juga tidak ketinggalan memperhatikan keselamatan umat selain Islam. Sikap dan rasa nasionalisme yang kuat mendorong ia lebih mementingkan hal-hal yang bersifat umum bagi rakyat India.Untuk semua itu ia berusaha meyakinkan Inggris, bahwa segala sesuatu terjadi akan dapat diselesaikan melalui jalan damai.
1. Bidang Pendidikan
Pemikiran Sayid Ahmad khan dalam masalah ini diilhami, bahwa kemunduran orang-orang muslim India, adalah terbatasnya kapasitas keilmuan mereka dalam masalah-masalah pendidikan modern. Dan lagi Inggris akan bisa dikeluarkan dari India, apabila orang-orang India bangkit dalam bidang Ilmu. Ia sadar bahwajika rakyat tidakbisamenerima pendidikan yang cukup, maka keadaan mereka tidak akan tambah baik dan tidak bisa menduduki kedudukan yang terhormat diantara bangsa-bangsa didunia, khususnya Inggris.
Maka dari itu Ahmad khan ingin membangkitkan dan menyebarkan ilmu. Sekolahan yang pertama yang ia dirikan adalah madrasah adab tahum 1861 M. yang disitu dipelajari ilmu-ilmu modern, sejarah ilmu alam, juga diterjemahkanya kitab-kitab Inggris kedalam bahasa urdu, seperti kitab mengenai filsafat, sains, seni, kitab-kitab peninggalan lama, misalnya History of India tulisan Elphin Stone dan masih banyak lati buku-buku tentang pertanian, kimia, ilmu hewan. Usaha ini terus berlangsung sampai akhirnya dia mendirikan sekolah yang kedua di Ghazipur, yang diberi nama Victoria.
Pada tanggal 26 desember 1870, di Benares ia mendirikan “society for educational progressof Indian muslim”, yang setelah dipertimhangkan masak-masak, dilanjutkan mendirikan perguruan tinggi Islam.”Anglo Oriental College”, yang ditempatkan di Aligarh. Tempat dimana Sayid pernah menduduki jabatan hakim disitu.
Selain lewat jalur lembaga, dia juga membuat majalah yang bernama “tahdzib al akhlaq”, untuk mendidik komunitas muslim India dalam masalah sosial, politik dan Agama. Yang dalam majalah tersebut dibuatlah kolom tentang tafsir yang k0nteks dengan zaman modern.
2. Bidang Politik
Sayid Ahmad Khan menganjurkan supaya umat Islam India tidak turut campur dalam agitasi politik yang dilancarkan partai konggres. Ia berkeyakinan bahwa anggota kasta-kasta dan pemeluk Agama yangberlainan di India tidak bisa disatukan menjadi satu bangsa. Tujuan dan cita-cita mereka saling berlawanan.Selain itu partai yang didirikan pada tahun 1885 itu tidak mempunyai dasar. Gerakan yang dijalankan akan berbahaya bukan hanya kepada umat Islam tetapi semua rakyat India.
Dalam ide politik yang ditiupkan Sayid Ahmad Khan telah kelihatan pengertian bahwa umat Islam adalah satu umat yang tidak dapat membentuk suatu negara dengan umat Hindhu. Umat Islam harus memisahkan diri. Bersatu dengan umat Hindhu dalam satu negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuanya akan lenyap dalam mayoritas Hindhu. Mungkin inilah ide pertama yang menyebabkan berdirinya negara Pakistan.
3. Bidang Hukum
Pengabdiannya kepada negara dalam masalah ini sudah dibuktikannya sejak dia berumur 20 tahun, tepatnya tahun 1857, dia bekerja sebagai wakil hakim di pengadilan dan terkenal sebagai wakil hakim yang adil dan cakap. Sebagai praktisi hukum dia menghabiskan waktunya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan didukung oleh kemampuan dan pandangannya yang luas, ia mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada yang biasa diperoleh seorang wakil hakim. Usaha-usaha yang dilakukan Sayid Ahmad tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam tetapi juga bagi semua rakyat India. Ini tercermin dalam tindakannya tatkala mengajukan rencana Undang-undang secara perseorangan, yang dengan itu memperoleh tempat dalam buku Himpunan Undang-undang, Kaziz Act (Undang-undang gadhi) dan rencana Undang-undang yang memberikan kekuatan untuk wajib suntik melawan cacar diputuskan atas inisiatif Sayid Ahmad.
Sejalan dengan ide-ide pembaharuan hukum positif, Sayid Ahmad juga mengadakan perbaikan-perbaikan dalam hukum Islam. Ia menolak faham taqlid, bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber hukum Islam menurutnya hanyalah al-Qur’an dan Hadist. Pendapat ulama masa lampau tidak mengikat bagi umat Islam dan diantara pendapat mereka, ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Masyarakat manusia senantiasa mengalami perobahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat saat ini. Ijma’, qiyas, ijtihad baginya tidak merupakan sumber ajaran yang bersifat absolut. Hadist juga tidak semuanya dapat diterimanya, karena ada hadist palsu. Hadist dapat ia terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang keasliannya.
Pendapat-pendapat diatas adalah sesuai dengan faham qadariah dan ide liberal yang dianutnya golongan terpelajar karena telah banyak dipengaruhi oleh kekuatan akal kebebasan manusia dan konsep hukum alam yang mereka jumpai dalam ilmu pengetahuan modern, lebih sesuai dengan faham qadariah daripada faham fatalisme dan lebih dapat menerima ide-ide liberal dan modern daripada ide-ide tradisional lama.[3]
4. Bidang Teologi
Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad abduh di mesir, setelah Abbduh berpisah dengan Jamaluddin Al Afghoni dan kembali kembbali dari pengasingan. Keyakinan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan khan percaya bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti bahwa ia memmpunyai faham yang sama dengan faham Qodariyah. Menurutnya, manusia telah dianugrahi tuhan berbagai macam daya berpikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya.karena kuatnya kkepercayaan terhadap hokum alam dankerasnya mempertahankan konsep hokum alam, ia dianggap kafir oleh sebagian umat islam. Bahkan, ketika datang ke India pada tahun 1869, Jamaluddin Al Afghoni menerima kkeluhan itu. Sebagai tanggapan tuduhan tersebut, Jamaluddin mengarang sebuah buku yang berjudul Ar Radd Ad-Dahriyah (jawaban bagi kaum materialis).[4]
Sejalan dengan faham Qodariyah yang dianutnya, ia menentang keras faham taklid. Khan berpendapat bahwa umat islam india mundurmkarena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Gaung peradaban islam klasik masih menelan mereka sehingga tidak menyadari bahwa peradaban baru telah timbul di barat. Peradaban baru ini timbul berdasar pada ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ilnilah penyebab utama kemajuan dan kekuatan orang barat.selanjutnya, khan mengemukakan bahwa tuhan telah menentukan tabiat atau nature (sunnatullah) bagi setiap makhluk-Nya yang tetap dan tidak pernah berubah. Menurutnya, islam adalah agama yang paling sesuai dengan hokum alam , karena hokum alam adalah ciptaan tuhan dan al-Qur’an adalah firman-Nya maka sudah tentu keduanya seiring ssejalan dan tidak ada pertentangan.
Sejalan dengan keyakinan tentang kekuatan akal dan hokum alam, Khan tidak mau pikirannya terganggu otoritas hadis dan fiqh. Segala seesuatu diukurnya dengan kritik rasional. Ia pun menolak semua yang bertenntangan dengan logika dan hokum alam. Ia hanya mau mengambil al-Qur’an sebagai pedoman bagi islam. Sedangkan yang lain hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting. Alansan penolakannya terhadap hadits adalah karena hadits berisi moralitas social dari masyarakat islam pada abad pertama atau kedua sewaktu hadits tersebut dikumpulkan. Sedangkan hukum fiqh menurutnya, berisi moralitas masyarakat berikutnya sampai saat timbulnya madzab-madzab. Ia menolak taklid dan membawa al-qur’an untuk menguraikan relevansinya dengan masyarakat baru pada zaman itu.
Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap taklid, khan memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran islam dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.[5]
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. Mukti. 1996. Alam Pikiran Islam Modern Di India Dan Pakistan. Bandung : Mizan
Anwar, Rosikhon. 2011. Ilmu Kalam. Bandung : CV. Pustaka Setia
Ma’had, Ibn. 2009. Ilmu Kalam. Ponorogo : Darul Huda Perct.
http://fikri-jufri-renaissance.blogspot.com/2013/05/pemikiran-kalam-sayyid-ahmad-khan.html.06/01/2014.
0 komentar:
Posting Komentar