Pendistribusian Zakat Di LAZIS Muhamadiyah Ponorogo Dalam Perspektif Hukum Islam

PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DI LAZIS MUHAMMADIYAH PONOROGO
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Zakat yang melambangkan hubungan sosial dalam suatu kehidupan ajaran Islam menempati posisi yang sangat penting, yang kedudukannya disejajarkan dengan shalat, puasa dan haji. Harta zakat dianggap sebagai salah satu jenis harta yang diletakkan di dalam baitul maal, namun zakat berbeda dengan jenis harta-harta yang lain.
Distribusi zakat berarti kumpulan atau komponen baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerjasama secara harmonis untuk menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam meraih tujuan social ekonomi dari pemungutan zakat.
LAZISMU Ponorogo merupakan cabang dari Pusat yakni di Jakarta. Di Jakarta sendiri ada pusat Muhammadiyah itu ada sebuah lembaga khusus yang menangani ZIS yang dinamakan LAZISMU. Kemudian LAZISMU pusat mempunyai jaring di masing-masing kabupaten/ kota dan juga di provinsi yang berada dibawah koordinasi dengan pimpinan wilayah.
                                 RumusanMasalah
1.      Bagaimana Konsep Penentuan Mustahiq dalam Pendistribusian Zakat di LAZISMuhammadiyah menurut Hukum Islam?
2.      Bagaimana Program Pendisribusian Zakat Di LAZISMuhammadiyah?
3.      Apa Kendala LAZISMuhammadiyah dalam Pendistribusian Zakat?

LANDASAN TEORI
a.      Sistem Distribusi Zakat
Sistem distribusi zakat mempunyai sasaran dan tujuan. Sasaran disini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan menerima zakat; sedangkan tujuannya adalah sesuatu yang dapat dicapai dari alokasi hasil zakat dalam kerangka social ekonomi.[1] Sasaran social ekonomi zakat adalah mengangkat keadaan ekonomi pihak-pihak tertentu yang lebih membutuhkan. Pihak-pihak yang membutuhkan dalam sasaran zakat disebut mustahiq yang terdiridari 8 asnaf, yaitu: Fakir, Miskin, Amil zakat, Golongan muallaf, Untuk memerdekakan budak belian, Orang yang berhutang, Untuk biaya di jalan Allah SWT, dan Ibnu sabil.[2] Sedangkan yang tidak berhak menerima zakat adalah orang kaya, budak kecuali budak yang mukatab, Bani Hasyim dan Bani Muthallib, orang yang wajib dibelanjai oleh muzakki seperti anak dan orangtuanya dan orang kafir.[3]
Distribusi zakat dilakukan untuk mencapai visi zakat yaitu menciptakan masyarakat muslim yang kokoh baik dalam bidang ekonomi maupun nonekonomi. Untuk mencapai visi tersebut diperlukan misi distribusi zakat yang memadai. Misi distribusi zakat dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu:
·         Bersifat konsumtif yaitu mengalokasikan zakat kepada mustahik untuk tujuan meringankan beban mereka tanpa harapan timbulnya muzakki baru.
·         Bersifat produktif yaitu mengalokasikan zakat kepada mustahiq dengan harapan langsung menimbulkan muzakki-muzakki baru.
·         Bersifat produktif tidak langsung yaitu mengalokasikan zakat kepada mustahiqdengan harapan tidak langsung menimbulkan muzakki-muzakki baru.
Untuk melaksanakan misi diatas diperlukan sistem alokasi zakat yang memadai yang mencakup:
·     Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang memadai sebagai indikator praktek yang adil.
·     Sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan kepada kelompok mustahiq.
·     Sistem informasi muzakki dan mustahiq (SIMM).
·     Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai.[4]
b.      Penyebaran Zakat.
Apakah zakat wajib dibagikan secara merata kepada 8 asnaf? Mazhab Syafi’I mengatakan, “Zakat wajib dikeluarkan kepada 8 kelompok manusia, baik zakat fitrah maupun maal, berdasarkan surat at-Taubah: 60.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya untuk orang fakir, miskin, pengurus zakat, para muallaf, untuk memerdekakan budak, orang yang berutang, untuk jalan Allah SWT dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Mazhab Syafi’I membolehkan zakat fitrah dibayarkan kepada 3 orang fakir atau miskin, al-Rawyani dari Mazhab Syafi’I berpendapat bahwa zakat itu hendaknya dibagikan kepada paling tidak 3 kelompok yang berhak menerima zakat. Menurut Jumhur (Hanafi, Maliki, danHambali) zakat boleh dibagikan hanya kepada 1 kelompok saja. Dan menurut Mazhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok yang lainnya merupakan sunah.[5]
c.       Besar Zakat yang Diberikan kepadaPenerimanya.
Mazhab Syafi’Idan Hambali mengatakan, “kita boleh memberikan zakat kepada masing-masing orang fakir dan miskin sebesar keperluan yang dapat memenuhi semua hajatnya, atau sekedar memberikan sesuatu yang membuatnya dapat bekerja jika mereka masihkuat, atau memberi barang-barang yang dapat diperdagangkan oleh mereka.[6]

DATA LAPANGAN PENELITIAN ZIS DI LAZIS MUHAMMADIYAH PONOROGO
A.    Konsep Penentuan Mustahiq di LAZISMU
a.    Ada pengajuan semisal proposal/ surat ke LAZISMU katakanlah untuk beasiswa atau bantuan yang lainkemudian LAZISMU mensurvey alamat, historis keluarganya, kemampuan sosialnya, dll. Dari hasil survey kemudian dibuat penilaian, apakah layak untuk didanai atau tidak.
b.    Ada juga yang langsung menemui pimpinan LAZISMU, kemudian pimpinan menghubungi pengurus untuk memberikan santunan kepadanya sesuai dengan syarat yang ditentukan.
c.    By program.
Dana zakat yang diterima mustahiq masing-masing mempunyai prosentase yang berbeda-beda tergantung keadaannya.
B.     Program Pendistribusian Zakat di LAZISMU Ponorogo
Dana zakat dan infaq penyalurannya sendiri-sendiri, ketika digunakan untuk pengembangan atau kegiatan produktif bagi mustahiq itu menggunakan dana infaq yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi tetapi jika sudah jelas misalkan untuk fakir miskin maka diambil dari dana zakat berupa pemberian sembako atau bantuan yang lainnya.
Ada tiga program pendistribusian atau pendayagunaan di LAZISMU ini di antaranya yakni:
1.      Bidang Pendidikan.
Misal: biaya pendidikan (beasiswa), bantuan untuk pembangunan sekolah, pembiayan ustad.
2.      Sosial keagamaan, itu biasanya untuk pembangunan masjid, dan untuk takmir masjidnya.[7]
3.      PemberdayaanEkonomi.
v   Bantuan untuk permodalan usaha yang sifatnya bergulirya itu mustahiq diminta untuk mengembalikan modal itu tanpa adanya bunga (murni pinjaman) yang pembayarannya dapat diangsur kapan saja tanpa penetapan waktu dan LAZISMU tetap memantau pengembaliannya seperti apa dan bagaimana, dan ketika mustahiq betul-betul tidak mampu lagi untuk membayarnya, LAZISMU akan mengikhlaskan karena itu memang hak mustahiq. Namun, LAZISMU tetap akan menstimulus supaya usahanya sungguh-sungguh, jika tidak ada skema pengembalian kemungkinan para mustahiq akan menggunakan bantuan modal tadi untuk keperluan konsumtif.
v   Selain modal usaha, dana zakat digunakan untuk bantuan yang sifatnya kolektif.
Ada juga pendistribusian dana zakat di panti asuhan yang masih satu yayasan dengan Muhammadiyah dimana muzakki langsung menyalurkan dana tersebut kesana. LAZISMU hanya berkewajiban melaporkan, jadi dana ZIS tidak harus dikelola oleh LAZISMU. LAZISMU hanya terima laporan (missal dari panti asuhan mendapat dana 50 juta) dan tidak mengelola dana ZIS tersebut.
C.     Kendala LAZISMU dalam Pendistribusian Zakat
Pengurus tidak hanya terfokus di LAZIS karena mereka jug abekerja di UNMUH Ponorogo, akhirnya LAZISMU merekrut amil yang statusnya juga mahasiswa yang disatu sisi belajar dan sisi lain mereka mencari mustahiq ataupun muzakki. Dan kebanyakan mendapatkan dana ZIS itu dari suatu hal yang tentative atau ketika ada momen, seperti: ketika bulan puasa, dana ZIS digunakan untuk buka puasa bersama 1000 anak yatim.[8]
  
ANALISIS DATA
1.      Konsep Penentuan Mustahiq dalam Penditribusian Zakat di LAZISMU
Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas apa yang dilakukan oleh unit Pendistribusian zakat di LAZISMU Ponorogo sudah sesuai dengan hokum Islam tetapi baru tersalurkan kepada 4 Asnaf yakni fakir, miskin, amil, dan muallaf. Sedangkan 4 asnaf yang lain seperti gharimin, riqab, fi sabilillah, dan ibnu sabil hanya dikondisionalkan sesuai dengan situasi dan kondisi di LAZISMU.
2.      Program Pendistribusian Zakat di LAZISMU
Konsep pendistribusian zakat yang telah dilakukan LAZISMU Ponorogo telah sesuai dengan konsep Islam yang berdasarkan kepada QS. at-Taubah ayat 60 yaitu menyalurkan kepada Mustahiq baik distribusi zakat yang bersifat konsumtif maupun produktif. Jadi esensi distribusi zakat yang telah dilakukan oleh LAZISMU Ponorogo tidak menyimpang dan sesuai dengan hokum Islam.
3.      Kendala LAZISMU dalam pendistribusian Zakat
Hanya terbatas pada pengurus yang tidak fokus dalam mendistribuskian zakat karena kebanyakan dari mereka mempunyai profesi ganda yaitu di Lembaga LAZISMU itu sendiri dan di Muhammadiyah secara umum .

DAFTAR PUSTAKA

Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung: Remaja Rosdakarya), 2006.
Nasution, LahmuddinFiqih 1 (penerbit: Logos)
Al-Zuhayly, Wahbah,Zakat Kajian Berbagai Mazhab (Bandung: Remaja Rosdakarya), 2000.
Wawancara, Bapak Zulkarnaen. Tgl 05 mei 2014 jam 10.00 WIB.





[1]Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer(Bandung: RemajaRosdakarya, 2006), 169-170.
[2] Ibid, 172-173.
[3]LahmuddinNasution, Fiqih 1 (penerbit: Logos, 180-181)
[4]Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, 179-180.
[5]Wahbah Al-Zuhayly, Zakat KajianBerbagaiMazhab(Bandung: RemajaRosdakarya, 2000), 278-279.
[6] Ibid, 291.
[7]Wawancara, BapakZulkarnaen. Tgl 05 mei 2014 jam 10.00 WIB
[8]Ibid, jam 11:00 WIB

0 komentar:

Posting Komentar