Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 terhadap Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah organisasi berbentuk badan hukum yang bertugas melakukan penerimaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. LAZ mendistribusikan dan mendayagunakan zakat yang terkumpul berpedoman kepada database BPZ. Sedangkan pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan atas skala prioritas kebutuhan mustahiq.
Salah satu unsur penting dalam kinerja lembaga zakat adalah laporan keuangan. Hal ini bertujuan agar transparansi terkait pengelolaan zakat dapat diketahui secara nasional sehingga tujuan zakat yang paling utama yaitu untuk mengentaskan dan membantu kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Demi tercapainya pengelolaan zakat agar berjalan maksimal, maka diperlukan pengawasan atas organisasi pengelolaan zakat. Maka dari itu disusunlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang menempatkan BAZNAS sebagai regulator teknis dan pengawas bagi seluruh Lembaga Amil Zakat di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini, maka segala bentuk kegiatan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat haruslah dilaporkan kepada BAZNAS secara berkala.
A. Pengelolaan Zakat sebelum UU No. 23 Tahun 2011
Sebelum adanya UU Nomor 23 Tahun 2011 dalam pengelolaan zakat, pedoman yang dipakai oleh pemerintah dan lembaga pengelola zakat adalah UU Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Definisi menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelola zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Transformasi pengelolaan ZIS dari menejemen tradisional menuju profesional harus segera direalisasi oleh semua pihak terkait (stakaeholders) termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip manajemen modern dan good governance seperti membudayakan asas transparansi, responsibilitas, akuntabilitas, kewajaran, dan kesepadanan dan kemandirian. [1]
Pengelolaan zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat BAB I, Ketentuan Umum Pasal 1, disebutkan bahwa Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sementara itu pada BAB III Pasal 6 dan Pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelolaan zakat terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat, yang dalam tulisan ini menggunakan istilah swasta untuk membedakan dengan negara atau pemerintah.[2]
Dalam UU No. 38 Tahun 1999 pada BAB III tentang Organisasi Pengelola Zakat Pasal 7 menjelaskan bahwa :
(1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
(2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Selanjutnya dalam UU No. 38 Tahun 1999 pada BAB IV tentang Pengumpulan Zakat Pasal 12 menjelaskan bahwa :
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta
muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.[3]
B. Pengelolaan Zakat setelah UU No. 23 Tahun 2011
Untuk meningkatkan pengelolaan dana zakat, perlu menerapkan mekanisme kerja dan manajemen secara profesional. Sebab lembaga zakat merupakan lembaga yang mengelola dana publik. Untuk mengukur profesionalisme lembaga zakat, maka lembaga zakat dapat menerapkan salah satu prinsip manajemen yaitu menjaga dan meningkatkan akuntabilitas lembaga zakat. Usai dicatat secara rapih dan terencana, data keuangan lembaga zakat hendaknya diaudit oleh lembaga audit independen dan dipublikasi kepada masyarakat umum.[4] Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk menyusun sebuah perubahan peraturan perUndang-Undangan yang baru sebagai penyempurna Undang-Undang sebelumnya yaitu UU No. 38 Tahun 1999, maka dibentuklah Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 agar sistem pengelolaan ZIS lebih terstruktur dan terorganisir.
Dalam UU No. 23 Tahun 2011 dijelaskan pada Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, Point 7 bahwa Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional dan pada Point 8 bahwa Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Lebih lanjut pada Bab II, Bagian Ke Empat tentang Lembaga Amil Zakat Pasal 17, bahwa Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Selanjutnya pada Pasal 18 dijelaskan bahwa :
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Selanjutnya dalam BAB X Ketentuan Peralihan Pasal 43 dijelaskan bahwa :
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. [5]
C. Peran LAZ dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011, maka tugas dan peran LAZ adalah sebagai lembaga pengelola zakat di bawah pengawasan BAZNAS yang mempunyai ketentuan sesuai dengan Pasal 19 bahwa LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Dan Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.[6]
DATA LAPANGAN PENELITIAN ZAKAT DI LAZIS MUHAMMADIYAH PONOROGO
A. Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo sebelum UU No. 23 Tahun 2011
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo berdiri pada tahun 2008 dan merupakan jejaring dari LAZIS Muhammadiyah Pusat Jakarta. LAZIS Muhammadiyah Ponorogo disahkan dengan menggunakan legalitas yang sama yaitu Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 457 Tahun 2002 tanggal 21 November 2002 serta dikukuhkan dengan SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 103/KEP/I.0/K/2002 Tanggal 4 Juli 2002.
Pada awal berdirinya, LAZIS Muhammadiyah Ponorogo belum bekerja secara mandiri dalam pengelolaan ZIS, akan tetapi masih bekerja sama dengan berbagai pihak terkait penghimpunan dananya, seperti Bank Rasuna, Swalayan Surya, dan lain-lain. LAZIS Muhammadiyah hanya membantu menyalurkan dana ZIS kepada para mustahiq yang telah ditentukan.
Sebelum adanya UU No. 23 Tahun 2011 pengelolaan terkait pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dilakukan dengan berpedoman pada Undang-undang sebelumnya dan berdasarkan kitab-kitab fiqh tentang zakat.
B. Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo setelah UU No. 23 Tahun 2011
Setelah adanya UU No. 23 Tahun 2011 pengelolaan zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo tidak banyak mengalami perubahan. Apalagi terkait penghimpunan sampai penyalurannya. Karena menurut mereka baik dalam UU No. 23 Tahun 2011 ataupun Undang-Undang sebelumnya, telah menyebutkan secara jelas dan sama tentang siapa itu muzakki dan siapa itu mustahiq serta bagaimana pendayagunaan dana ZIS itu harus dilakukan. Mungkin yang membedakan adalah di dalam UU No. 23 Tahun 2011 ini terdapat aturan baru tentang posisi LAZ berada di bawah BAZNAS dan harus melaporkan segala bentuk kegiatan LAZ terkait pengelolaan zakat kepada BAZNAS secara berkala.
Terkait dengan peralihan kedudukan LAZ yang berada di bawah koordinasi BAZNAS sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 maka tidak banyak perubahan juga yang terjadi di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo, karena LAZIS Muhammadiyah Ponorogo berdiri dan telah disahkan sebelum adanya UU. No. 23 Tahun 2011, sehingga LAZIS Muhammadiyah Ponorogo bekerja sebagaimana sebelumnya.
.
C. Peran LAZ dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo merupakan jejaring dari LAZIS Muhammadiyah Pusat yang berada di Jakarta. LAZIS Muhammadiyah Ponorogo bekerja dalam pengelolaan zakat bagi umat Muhammadiyah yang berada di wilayah Ponorogo. Maka dari itu, segala bentuk pelaporan dan pertanggungjawaban terkait pengelolaan zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dilaporkan kepada LAZIS Muhammadiyah Pusat yang berada di Jakarta, sedangkan terkait koordinasi kepada BAZNAS tentang pelaporan kegiatan pengelolaan zakat, yang bertugas melaporkan kepada BAZNAS adalah LAZIS Muhammadiyah Pusat yang berada di Jakarta.
ANALISIS DATA
A. Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo sebelum UU No. 23 Tahun 2011
Pengelolaan zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat BAB I juga terdiri dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat, yang dalam tulisan ini menggunakan istilah swasta untuk membedakan dengan negara atau pemerintah.
Dalam UU No. 38 Tahun 1999 pada BAB III tentang Organisasi Pengelola Zakat Pasal 7 (1) ayat menjelaskan bahwa Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
Selanjutnya dalam UU No. 38 Tahun 1999 pada BAB IV tentang Pengumpulan Zakat Pasal 12 ayat (2) menjelaskan bahwa Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pengelolaan zakat di LAZIS Mu Ponorogo sebelum adanya UU No. 23 Tahun 2011 telah sesuai dengan Undang-Undang sebelumnya yaitu UU No. 38 Tahun 1999 karena berdirinya LAZIS Muhammadiyah Ponorogo telah disahkan dengan menggunakan legalitas yang sama dengan LAZIS Muhammadiyah Pusat yaitu Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 457 Tahun 2002 tanggal 21 November 2002 serta dikukuhkan dengan SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 103/KEP/I.0/K/2002 Tanggal 4 Juli 2002. Selain itu karena telah banyaknya lembaga zakat di Ponorogo pada saat awal berdirinya, maka dalam kinerjanya LAZIS Muhammadiyah Ponorogo bekerja sama dengan Bank Rasuna, Swalayan Surya dll terkait dengan pengumpulan dan penyaluran dana zakat.
B. Pengelolaan Zakat di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo setelah UU No. 23 Tahun 2011
Dalam UU No. 23 Tahun 2011 dijelaskan pada Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, pada Point 8 bahwa Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Lebih lanjut pada Bab II, Bagian Ke Empat tentang Lembaga Amil Zakat Pasal 17, bahwa Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Selanjutnya pada Pasal 18 ayat (1) dijelaskan bahwa : Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
Selanjutnya dalam BAB X Ketentuan Peralihan Pasal 43 ayat (3) dijelaskan bahwa : LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
Setelah diundangkannya UU No. 23 Tahun 2011, pengelolaan zakat yang berada di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo tidak banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang yang baru. Karena peraturan tentang penghimpunan, penyaluran, sampai kepada pendayagunaan dana zakat tidak banyak mengalami perubahan dari Undang-Undang sebelumnya. Kedudukan LAZIS juga tidak mengalami perubahan karena LAZIS Muhammadiyah Ponorogo berdiri sebelum adanya UU No. 23 Tahun 2011. Hal ini telah sesuai dengan Undang-Undang bahwasanya LAZ yang berdiri sebelum UU No. 23 Tahun 2011, tetap berlaku sebagai LAZ sebagaimana Undang-Undang ini.
C. Peran LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011, maka tugas dan peran LAZ adalah sebagai lembaga pengelola zakat di bawah pengawasan BAZNAS yang mempunyai ketentuan sesuai dengan Pasal 19 bahwa LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
LAZIS Muhammadiyah Ponorogo merupakan jejaring dari LAZIS Muhammadiyah Pusat Jakarta yang bekerja dalam pengelolaan zakat bagi umat Muhammadiyah yang berada di wilayah Ponorogo. Segala bentuk pelaporan dan pertanggungjawaban terkait pengelolaan dana yang berada di LAZIS Muhammadiyah Ponorogo dilaporkan kepada LAZIS Muhammadiyah Pusat yang kemudian akan dilaporkan kepada BAZNAS. Sehingga sudah terdapat garis koordinasi antara LAZIS Muhammadiyah dengan BAZNAS.
0 komentar:
Posting Komentar